Jumat, 08 April 2011

SIAPA MAU SUSAH, SIAPA MAU REPOT ????


Kalau ditanyakan pada setiap orang, siapa yang mau susah atau siapa yang mau repot? Saya yakin, jawabannya gak ada yang mau!
Setiap orang ingin kemudahan dan hal-hal lain yang meringankan. Kalau ada yang gampang kenapa cari yang susah. Kalau ada yang bisa cepat kenapa harus berlama-lama. Kalau ada jalan tol kenapa harus lewat jalan biasa. Hal itulah yang mungkin dalam keseharian sering kita dengar dan mungkin sudah membudaya serta mendarah daging pada bangsa ini. Sebagian kita sudah terbiasa dengan “cara instan” atau “lewat jalan tol” kalau mengurus sesuatu semisal membuat KTP, SIM, paspor dll. Manusiawi memang, kalau kita menginginkan kemudahan, tetapi jangan menghalalkan segala cara.
Semua makhluk dalam rangka mencapai kesempurnaan harus melaui setiap tahap, setiap fase sesuai sunatullah atau bahasa kerennya sesuai dengan SOP. Seekor kupu-kupu hanya bisa menjadi seekor kupu-kupu melaui proses metamorfosa  mulai dari telur, menjadi ulat kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi kupu-kupu. Seseorang bisa berlari terlebih dulu harus belajar merangkak dan berjalan.
Bagian dari proses kehidupan adalah sebuah ujian. Ujian adalah sebuah keniscayaam yang harus dihadapi setiap orang yang akan meningkatkan kualitas dirinya. Tidak mungkin seseorang mengaku dirinya juara kalau belum pernah diuji dalam sebuah pertandingan. Bagaimana mungkin seorang siswa mengaku sudah lulus kalau belum pernah ikut ujian. Bahkan dalam salah satu firman Allah dalam surat Al-’Ankabut ayat 2 yang artinya:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?

Dengan mengambil hikmah dari ayat tersebut di atas, marilah kita sama-sama melaksanakan Ujian Nasional (UN) sebagai bagian dari proses yang harus dilalui oleh kita (siswa, orang tua, guru dan sekolah). Laksanakan UN sebaik-baiknya dengan jujur, penuh tanggung jawab kepada bangsa, negara dan Allah SWT yang senantiasa mengawasi kita tanpa mencari-cari alasan dan pembenaran atas kesalahan atau kecurangan yang kita lakukan. 
Jangan jadikan keterbatasan pemenuhan 8 SNP sebagai alasan dan pembenaran “membantu” siswa karena setiap anak baik di desa mau pun di kota bisa merangkak, berjalan dan berlari walaupun sarana dan fasilitas yang mereka miliki di rumah berbeda-beda. Guru adalah suri tauladan bagi siswanya. Jangan biarkan generasi penerus bangsa “tercemar” dengan perilaku yang salah yang kelak menambah “Gayus-Gayus baru”, “Selly-Selly baru” ataupun “Melinda-Melinda baru”.
Marilah kita berdoa bagi seluruh siswa, semoga diberikan petunjuk dan kemudahan dalam mengikuti UN serta memperoleh hasil yang terbaik. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar