Jumat, 27 Mei 2011

REFORMASI


Tiga belas tahun sudah reformasi terjadi sejak Presiden Soeharto lengser ke prabon pada tanggal 21 Mei 1998. Pada saat itu “seluruh” rakyat bersuka cita seperti baru saja merasakan kemerdekaan, bebas dari belenggu penjajahan dan penindasan. Banyak sekali harapan yang digantungkan pada para pemimpin baru khususnya para tokoh reformasi. Ternyata harapan-harapan itu tinggallah harapan yang sulit terwujud.
Kenyataannya saat ini hampir tak berbeda dengan sebelum reformasi, kehidupan rakyat tidak berubah, tetap sulit, tetap banyak rakyak miskin. Secara umum reformasi yang terjadi hanya sedikit yang telah berubah menjadi lebih baik, selebihnya (baca: yang lebih banyak) malah berubah menjadi semakin buruk.
Perubahan ke arah yang lebih baik hanya pada hal kemerdekaan mengeluarkan pendapat, bersyarikat dan berkumpul. Tapi saking bebasnya kadang dalam mengeluarkan pendapat jauh sekali dari etika dan sopan santun.
Perubahan ke arah kemunduran antara lain; saat ini semakin banyak “Raja-raja Kecil” yang haus/rakus kekuasaan dan harta sementara rakyatnya untuk makan saja susah. Pembagian kekuasaan yang tak jelas, atas nama otonomi daerah, walikota atau bupati yang tidak mau tunduk pada aturan gubernur, gubernur yang tidak mau tunduk dengan aturan pemerintah pusat. Para Raja kecil hanya sibuk mengembalikan modal kampanye dan mengumpulkan kekayaan, menguras kas daerah.  
Rakyat jadi semakin sulit untuk mendapatkan layanan kesehatan yang biayanya terjangkau. Banyak orang sakit tak tertangani dengan baik. Banyak anak menderita gizi buruk, bahkan ada yang meninggal. Biaya pendidikan yang semakin mahal walaupun katanya berdasarkan undang-undang 20% dana APBN/APBD harus dialokasikan untuk pendidikan. Banyak anak putus sekolah, banyak sekolah rusak bahkan rubuh.
Ironi, bak kata pepatah seperti tikus mati di lumbung. Indonesia negara yang kaya raya, tapi rakyatnya melarat. Pemimpin –pemimpin kita hanya hebat di atas kertas (ijazah),  tapi tak cerdas di lapangan. Mereka pandai berdebat tapi tak mampu melaksanakan. Hati nurani kalah oleh nafsu serakah.
Negara yang dulu menjadi pengekspor bahan bakar, bahan pangan, dll. Tapi sekarang menjadi negara pengimpor bahan pangan dan bahan bakar. Bahkan Indonesia, salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang terpaksa harus mengimpor garam.
Saking memprihatinkannya keadaan saat ini, tak heran jika hasil survei dari badan survei Indo Barometer menyatakan 40,9% responden mengingikan kembalinya Orde Baru.  Sebenarnya buat rakyat, tidak penting apapun nama dan bentuk pemerintahannya, yang diperlukan hanya hidup aman, nyaman, kesehatan dan pendidikan yang layak dan terjangkau.